UU NO 4 TAHUN 1992
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
2. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
3. Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan.
4. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan Penghidupan.
5. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur.
6. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
7. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.
8. Kawasan siap bangun adalah sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasrana dan sarana lingkungan, khusus untuk Daerah Khusus Jakarta rencana tata ruang lingkungannya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Jakarta.
9. Lingkungan siap bangun adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang.
10. Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan;
11. Konsolidasi tanah permukiman adalah upaya penataan kembali penguasaan, penggunaan, dan pemilikan tanah oleh masyarakat pemilik tanah melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan siap bangun dan menyediakan kaveling tanah matang sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruangnya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Pasal 2
1. Lingkup pengaturan sebagaimana yang menyangkut penataan perumahan meliputi kegiatan pembangunan baru, pemugaran, perbaikan, perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya.
2. Lingkup pengaturan Undang-undang ini meliputi penataan dan pengelolaan perumahan dan permukiman, baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan, yang dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi.
Pasal 3
Penataan perumahan dan permukiman bertujuan Untuk:
a. memenuh ikebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
b. memwujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur
c. memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional
d. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial , budaya, dan bidang-bidang lain.
Pasal 4
(1) Setiap warganegara mempunyai hak untuk menempati atau menikmati dan memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
(2) Setiap warga negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk berperanserta dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
Pasal 5
(1) Kegiatan pembangunan rumah atau perumahan dilakukan oleh pemilik hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pembangunan rumah atau perumahan oleh bukan pemilik hak atas tanah dapat dilakukan atas persetujuan dari pemilik hak atas tanah dengan suatu perjanjian tertulis.
Pasal 6
(1) Setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib :
a. mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif;
b. melakukan pemantauan lingkungan yang terkena dampak berdasarkan rencana lingkungan.
c. melakukan pengelolaan lingkungan berdasarkan rencana pengelolaan lingkungan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
Setiap pemilik rumah atau yang dikuasakannya wajib:
a. memanfaatkan rumah sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya sebagai tempat tinggal.
b. mengelola dan memelihara rumah sebagaimana mestinya.
Pasal 8
Pemerintah dan badan-badan sosial atau keagamaan dapat menyelenggarakan pembangunan perumahan untuk memenuhi kebutuhan khusus dengan tetap memperhatikan ketentuan Undang-undang ini.
Pasal 9
Penghunian, pengelolaan dan pengalihan status dan hak atas rumah yang dikuasai Negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
(1) Penghunian rumah oleh bukan pemilik hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik.
(2) Penghunian sebagaimana yang dilakukan baik dengan cara sewa-menyewa maupun dengan cara bukan sewamenyewa.
(3) Penghunian rumah sebagaimana dengan cara sewa-menyewa dilakukan dengan perjanjian tertulis, sedangkan penghunian rumah dengan cara bukan sewa-menyewa dapat dilakukan dengan perjanjian tertulis.
(4) Pihak penyewa wajib menaati berakhirnya batas waktu sesuai dengan perjanjian tertulis.
(5) Dalam hal penyewa sebagaimana tidak bersedia meninggalkan rumah yang disewa sesuai dengan batas waktu yang disepakati dalam perjanjian tertulis, penghunian dinyatakan tidak sah atau tanpa hak dan pemilik rumah dapat meminta bantuan instansi Pemerintah yang berwenang untuk menertibkannya.
(6) Sewa-menyewa rumah dengan perjanjian tidak tertulis atau tertulis tanpa batas waktu yang telah berlangsung sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan telah berakhir dalam waktu 3 (tiga) tahun setelah berlakunya Undang-undang ini.
Pasal 11
Sengketa yang berkaitan dengan pemilikan dan pemanfaatan rumah diselesaikan melalui badan peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 12
(1) Pemilikan rumah dapat dijadikan jaminan utang.
(2) Pembebanan fidusia atas rumah dilakukan dengan akta otentik yang dibuat oleh notaris sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 13
(1) Pemilikan rumah dapat beralih dan dialihkan dengan cara pewarisan atau dengan cara pemindahan hak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pemindahan pemilikan rumah sebagaimana yang dilakukan dengan akta otentik.
Pasal 14
Peralihan hak milik atas satuan rumah susun dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
(1) Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan permukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap.
(2) Pembangunan kawasan permukiman sebagaimana yang ditujukan untuk:
a. menciptakan kawasan permukiman yang tersusun atas satuansatuan lingkungan permukiman.
b. mengintegrasikan secara terpadu dan meningkatkan kualitas lingkungan perumahan yang telah ada di dalam atau di sekitarnya.
(3) Satuan-satuan lingkungan permukiman satu dengan yang lain saling dihubungkan oleh jaringan transportasi sesuai dengan kebutuhan dengan kawasan lain yang memberikan berbagai pelayanan dan kesempatan kerja.
Pasal 16
(1) Pengelolaan kawasan siap bangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1 dan ayat 2 dilakukan oleh Pemerintah.
(2) Penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan oleh badan usaha milik Negara atau badan lain yang dibentuk olch Pemerintah yang ditugasi untuk itu.
(3) Pembentukan badan lain serta penunjukan badan usaha milik Negara dan/atau badan lain sebagaimana yang dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Dalam menyclenggarakan pengelolaan kawasan siap bangun, badan usaha milik negara atau badan lain.
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan pengelolaan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri yang bukan dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah, dilakukan oleh badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang ditunjuk oleh Pemerintah.
(2) Tata cara penunjukan sebagaimana yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Diwilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan, bantuan dan kemudahan kepada masyarakat pemilik tanah sehingga bersedia dan mampu melakukan konsolidasi tanah data rangka penyediaan kaveling tanah
matang.
(2) Pelepasan hak atas tanah di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun hanya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan pemilik tanah yang bersangkutan.
(3) Pelepasan hak atas tanah di lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri yang bukan hasil konsolidasi tanah oleh masyarakat pemilik tanah, hanya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan pemilik hak atas tanah.
(4) Pelepasan hak atas tanah di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun yang belum berwujud kaveling tanah matang, hanya dapat dilakukan kepada Pemerintah melalui badan-badan
(5) Tata cara pelepasan hak atas tanah sebagaimana yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh badan usaha di bidang pembangunan perumahan dilakukan hanya di kawasan siap bangun atau di lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri.
Pasal 20
Dalam membangun lingkungan siap bangun selain memenuhi ketentuan pada Pasal 7, badan usaha di bidang pembangunan perumahan wajib:
a. melakukan pematangan tanah, penataan penggunaan tanah, penataan penguasaan tanah, dan penataan pemilikan tanah dalam rangka penyediaan kaveling tanah matang;
b. membangun jaringan prasarana lingkungan mendahului kegiatan membangun rumah, memelihara, dan mengelolanya sampai dengan pengesahan dan penyerahannya kepada pemerintah daerah;
c. mengkoordinasikan penyelenggaraan penyediaan utilitas umum;
d. membantu masyarakat pemilik tanah yang tidak berkeinginan melepaskan hak atas tanah di dalam atau disekitarnya dalam melakukan konsolidasi tanah;
e. melakukan penghijauan lingkungan;
f. menyediakan tanah untuk sarana lingkungan;
g. membangun rumah.
Pasal 21
(1) Pembangunan lingkungan siap bangun yang dilakukan masyarakat pemilik tanah melalui konsolidasi tanah dengan memperhatikan ketentuan pada Pasal 7, dapat dilakukan secara bertahap yang meliputi kegiatan-kegiatan:
a. pematangan tanah;
b. penataan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah;
c. penyediaan prasarana lingkungan;
d. penghijauan lingkungan;
e. pengadaan tanah untuk sarana lingkungan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Pemerintah memberikan bimbingan, bantuan dan kemudahan kepada masyarakat baik dalam tahap perencanaan maupun dalam tahap pelaksanaan, serta, melakukan pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kualitas permukiman.
(2) Peningkatan kualitas permukiman sebagaimana yang berupa kegiatan-kegiatan:
a. perbaikan atau pemugaran;
b. peremajaan;
c. pengelolaan dan pemeliharaan yang berkelanjutan.
(3) Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Pemerintah daerah dapat menetapkan suatu lingkungan permukiman sebagai permukiman kumuh yang tidak layak huni.
(2) Pemerintah daerah bersama-sama masyarakat mengupayakan langkah-langkah pelaksanaan program peremajaan lingkungan kumuh untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat penghuni.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kesimpulan :
hukum yang tercantum dalam UU no. 4 Tahun 1992 diciptakan bertujuan untuk metoda bagi seorang arsitek dalam berkarya, agar sang arsitek tidak terlepas dari standarisasi yang telah ditentukan oleh para pembuat kebijakan serta melindung para owner dan ruang lingkup masyarakat yang timbul dari desain yang telah dirancang arsitek tersebut. mengingat perkembangan dunia yang makin lama kian merusak alam.
Sumber :
- http://landspatial.bappenas.go.id/peraturan/the_file/UU_no4_1992.pdf